Jumat, 01 Oktober 2010

TUHAN, MANUSIA DAN ALAM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAMI

TUHAN, MANUSIA DAN ALAM

(Kajian Perspektif Filsafat Pendidikan Islami)


Oleh : Drs. H. IMAM GOZALI DJAMAL

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan Islami, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi tuhan sang penciptanya (ontology). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (berproses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dan arahan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

Tuhan, Manusia dan Alam adalah murupakan tiga komponen yang memiliki keterkaitan yang sangat penting dan tidak dapat di pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Bencana atau ketidak selarasan alam akan terjadi apabila interaksi antara ketiganya tidak terhubungkan dengan baik, Konsep keselarasan ini ditawarkan oleh Islam untuk diterima oleh mahluk-Nya.(1) Al Qur’an dan Terjemahannya, hal, 80-81 cet: 2007.

Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berfrofesin keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,asyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.(2) Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal. 153.

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yangh pruralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

B. Penegasan Istilah

Agar mempermudah dan tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam memahami makalah kami yang berjudul: Tuhan, Manusia dan Alam, maka perlu makalah ini penulis sertakan penegasan istilah dalam judul tersebut.

1. Tuhan

Bahasa Indonesia mengandung kelemahan untuk memberikan pendefinisian/penjelasan yang berkaitan dengan sebutan Tuhan. Dalam bahasa Arab ada dua kata yang kedua-duanya diterjemahkan dengan Tuhan. Yang pertama adalah Rabb, seperti pada penjelasan wdarkrain yang berkaitan dengan ayat-ayat surat Al Fatihah. Yang kedua adalag Ilah, seperti pada penjelasan wdarkrain tentang syahadah. Kelemahan bahasa Indonesia tsb dapat menyebabkan ketidak tepatan pemahanan yang sangat penting ini, yang menjadi jantung bagi keislaman seseorang dan pemahaman akan Islam.

Pertama akan dibahas tentang Rabb, seperti telah dijelaskan Rabb adalah "Tuhan Sang Maha Pencipta", yang menciptakan keseluruhan alam ini. Tidak hanya sekedar meciptakan tetapi juga dimaksudkan sebagai "Sang Maha Pemelihara". Dan juga setiap kejadian tidak lepas dari kekuasaan-Nya sebagai "Sang Maha Pengatur". Dari sisi pengakuan, tidak hanya kaum Muslimin yang mengakui adanya Rabb. Banyak orang di dunia barat tidak secara formal beragama tetapi mereka mengakui adanya "Dia" Tuhan Yang Maha Pencipta.

Ilah adalah Tuhan dalam artian sebagai yang di sembah, tempat kita memohon. Ini yang membedakan seseorang apakah muslim atau bukan. Sesorang bisa memiliki sesembahan berhala (kaum paganis), atau api (zoraster) atau matahari dan masih banyak lagi. Tauhid yang sempurna berkaitan dengan pengakuan, pelaksanaan dan kesadaran bahwa hanya Allah yang kita sembah, sebab tanpa sadar kadang seorang muslimin tertipu sehingga menyembah hal hal lain seperti kepada kuburan, batu atau hal-hal yang lebih abstrak seperti kekayaan dan kekuasaan. Hal2 tsb yang disebut sebagai musyrik atau menyekutukan Allah. Implikasi lain yang berkaitan dengan pengakuan bahwa Allah sebagai Ilah adalah kewajiban untuk berhukum hanya dengan hukum(aturan) Allah. Hukum-hukum Allah adalah berupa perintah dan larangan yang terdapat dalam Al Qur'an dan Hadist, yang tidak hanya mengatur masalah yang berkaitan dengan hubungan hamba dengan Allah tetapi juga hubungan diantara umat manusia (muamalah, spt jual beli dll).

Semua Nabi seperti yang telah sebutkan, menurut keyakinan Islam membawa pesan yang sama yaitu: La Ilaha ha Ila Allah (Tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah). Ada hal yang menarik disini, mengapa pesan tsb berbentuk kalimat negatif bukan positif, semisal: "Tuhan yang wajib disembah hanya Allah" ? Hal ini berkaitan dengan pemurnian ke-Esa-an Allah. Jika disebut "Tidak ada Tuhan yang wajib disembah" berarti kita mulai dari ketiadaan, kosong dan kemudian "Kecuali Allah" mengimplikasikan bahwa hanya Allah satu-satunya "Zat Yang Maha Esa".Al Asy’ari menulis didalam kitab “Al Ibanah” bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun, di atas tuhan tidak adasuatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat Tuhan.(3). Harun Nasution, Teologi Islam, Kajian Aliran- aliran Sejarah Perbandingan, Cet. ke Lima, Jakarta, UI, 1986, hal. 118.

2. Manusia

Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat universal,(4) Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002, hal. 9. dikatakan demikian karena persoalaan tersebut tidak tergantung pada kurun waktu ataupun latar belakang historis kultural tertentu. Persoalan itu menyangkut tata hubungan atar dirinya sebagai mahluk yang otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia juga merupakan makhluk yang bersifat dependen.

Konsep Islam tentang manusia, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu (Anwar Jasin, 1985:2). Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....(ar-Rum : 30).

3. Alam

Semua rialitas yang empiris yang ada ini selain Tuhan adalah alam (Kosmos)kemudia alam semesta ini semua. Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.(5) Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal. 153.

C. Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

  1. Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.(6) Encyclopedia of the Quran

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[7] Diantara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).

Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.(7) Insclopedi Islam Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS al-An'am[6]:103)

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”(8.) Insclopedi Islam

D. Manusia Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

1. Hakekat Manusia

Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berfrofesin keguruan (pendidikan)

bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,asyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia.

Unsur jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat ) manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168 yang artinya “ Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dari bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena sesungguhnya syuetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “ Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai daya piker untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.

Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 29 yang artinya “ Tatkala aku telah menyempurnakan kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya ruhku.kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud “

Dalam hal ini muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia menjadi satu kesatuan.

2. Manusia Memerlukan Pendidikan

Bagi filsafat pendidikan Islami penentuan sikap dan tanggapan tentang manusia merupakan hal yang amat penting dan vital. Sebab manusia merupakan unsur terpenting dalam usaha pendidikan. Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang manusia pendidikan akan merasa raba.

Bahkan pendidikan itu sendiri itu dalam artinya yang paling asas tidak lain adalah usaha yang dicurahkan untuk menolong manusia menyingkap dan menemukan rahasia alam memupuk bakat dan dan mengarahkan kecendrungannya demi kebaikan diri dan masyarakat . usaha itu berakhir dengan berlakunya perubahan yang di kehendaki dari segi social dan psikologis serta sikap untuk menempuh hidup yang lebih berbahagia dan berarti. Manusia mengalami proses pendidikan terus berlangsung sampai mendekati waktu ajalnya. Proses pendidikan adalah life long education yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat dapat dikatakan ebagai proses yang tanpa akhir. Bila dipandang dari segi kemampuan dasar pedagogis, manusia dipandang sebagai “homo edukadum”

mahluk yang harus dididik, atau bisa disebut “animal educabil ” mahluk sebangsa binatang yang bisa dididik, maka jelaslah bahwa manusia itu sendiri tidak dapat terlepas dari potensi psikologis yang dimiliknya secara individual berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual lainnya. Dengan berbedanya kemampuan untuk dididk itulah fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses pendidikan atas pribadi manusia.

Dari segi sosial psikologis manusia dalam proses pendidikan juga dapat dipandang sebagai mahluk yang sedang tumbuh dan berkembangdalam proses komonikasi antara individualitasnya dengan orang lain atau lingkungan sekitar dan proses membawanya kea rah pengembangan sosialitas dan moralitasnya. Sehingga dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan atau perkembangan secara dealiktis atau secara interaksional antara individualitas dan sosialitas serta lingkungan sekitarnya sehingga terbentuklah suatu proses biologis, sosiologis, dan psikologis.

3. Manusia Bisa Dididik

Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengetahui dan mengenal terhadap obyek-obyek pengamatan melalui panca indranya. Membahas kemampuan mengetahui dan mengenal tidak dapat terlepas dari filsafat dalam bidang epistimologi. Karena filsfat ini menunjukkan kepada kita betapa dan sejauh mana manusia dapat mengetahui dan mengenal obyek-obyek pengamatan disekitarnya. Apa pengetahuan itu, cara mengetahui, dan memperoleh pengetahuan serta berbagai jenis pengalaman indrawi.

Panca indera manusia adalah merupakan alat kelengkapan yang dapat membuka kenyataan alam sebagai sumber pengetahuannya yang memunkinkan dirinya untuk menemukan hakikat kebenaran yang diajarkan oleh agamanya atau oleh Tuhannya. Panca indera manusia merupakan pintu gerbang dari pengetahuan yang makin berkembang. Oleh karena itu Allah mewajibkan panca indera manusia untuk digunakan menggali pengetahuan.

Dalam hal ini islam lebih cenderung untuk menegaskan bahwa perpaduan antara kemampuan jiwa dan kenyataan materi sebagai realita merupakan sumber proses “mengetahui” manusia yang keduanya merupakan “kebenaran”menurut ukuran proses hidup manusiawi bukan Ilahi. Kebenaran yang hakiki hanyalah Tuhan sendiri, dan kebenaran hakiki inilah yang menciptakan segala kenyataan alami dan manusiawi dengan diberi mekanisme hukum-hukumnya sendiri. Bila Ia menghendaki mekanisme itu bisa di rubah menurut kehendaknya.

E. Alam dalam perspektif filsafat Pendidikan Islam

Lingkungan Alam (environment), lingkungan sosial budaya di mana seorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan Islami. Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yangh pruralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannyu (human dignity).

Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.

F. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya Allah swt sebagai pencipta dan sekaligus sebagai penunjuk jalan bagi manusia (maha guru) Tuhan didalam menciptakan manusia di muka bumi ini adalah semata-semata untuk mengabdi kepada-Nya dan untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Hakikat penciptaan manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani, yang mana ketiga unsur tersebut menjadi satu kesatuan pada diri manusia.

Dalam hal manusia dapat mengelola alam semesta , maka manusia perlu mendapatkan pendidikan (Subyek pendidikan dan sekaligus se bagai obyek pendidikan)
Dalam pemikiran filsafat pendidikan Islami, Al-Farabi menggunakan proses konseptual yang disebutnya dengan nazhariyyah al-faidh (teori emanasi) untuk memahami hubungan antara Tuhan dan alam pluralis dan empirik.

Menurut teori ini, alam terjadi dan tercipta karena pancaran dari Yang Esa (Tuhan); yaitu keluarnya mumkin al-wujūd (disebut alam) dari pancaran Wājib al-Wujūd (Tuhan). Proses terjadinya emanasi (pancaran) ini melalui tafakkur (berpikir) Tuhan tentang diri-Nya, sehingga Wājib al-Wujūd juga diartikan sebagai “Tuhan yang berpikir”. Tuhan senantiaa aktif berpikir tentang diri-Nya sendiri sekaligus menjadi obyek pemikiran.

Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.

Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna. Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigma dinamis yang berkembang dalam komunitas masyarakat disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.

  1. D.PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran sangat kami harapkan,dan demi kesempurnaan makalah ini, kami siap untuk merevisi kembali makalah kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

.(1) Al Qur’an dan Terjemahannya, hal, 80-81 cet: 2007

.(2) Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986

.(3). Harun Nasution, Teologi Islam, Kajian Aliran- aliran Sejarah Perbandingan, Cet. ke Lima, Jakarta, UI, 1986

,(4) Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002