Selasa, 04 Oktober 2011

PROSEDUR PENGEMBANGAN SISTEM SUPERVISI

PROSEDUR PENGEMBANGAN

SISTEM SUPERVISI PENDIDIKAN

OLEH : DRS. H. IMAM GOZALI

I. PENDAHULUAN

Personil sekolah yang memadai kemampuannya menjadi perhatian utama bagi setiap lembaga pendidikan. Diantara personil yang ada, guru merupakan jajaran terdepan dalam menentukan kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka dengan siswa dalam proses pembelajaran. Karena itu guru yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh setiap sekolah. Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan sistematis dalam mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya variabel (baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun material) yang perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Proses pembinaan dan pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi pendidikan.[1] Purwanto, Ngalim (2003) Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Rosdakarya Bandung

Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan para guru. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif. Sementara ini pelaksanaan supervisi di sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek yang menjadi perhatian kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu umum dan kurang mengarah ke aspek yang dibutuhkan guru. Sementara guru sendiripun kadang kurang memahami manfaat supervisi. Hal ini disebabkan tidak dilibatkannya guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi. Padahal proses pelaksanaan supervisi yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan memungkinkan guru mengetahui manfaat supervisi bagi dirinya. Supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi kekurangtepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru pada umumnya. Kepala sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena keterlibatan guru sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan analisis keberhasilannya. Supervisi berfungsi membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran dengan mengkoordinasi teori dengan praktik. Pandangan guru terhadap supervisi cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih. Self evaluation merupakan salah satu kunci pelayanan supervisi karena dengan self evaluation supervisor dan guru dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan tersebut secara terus menerus. Berdasarkan latar belakang di atas maka yang akan dikaji adalah tentang konsep supervisi, proses pelaksanaan supervisi, tujuan dan fungsi supervisi, dan teknik dan pendekatan dalam kegiatan supervisi.[2] Purwanto, Ngalim (2003) Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Rosdakarya Bandung

Supervisi pada dasarnya diarahkan pada tiga kegiatan, yakni: supervisi akademis, supervisi administrasi dan supervisi lembaga. Ketiga kegiatan besar tersebut masing-masing memiliki garapan serta wilayah tersendiri, supervisi akademis sendiri dititik beratkan pada pengamatan supervisor tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademis, diantaranya hal-hal yang langung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu.

Sedangkan supervisi administrasi menitik beratkan pada pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran dan administrasi lembaga sendiri diarahkan pada kegiatan dalam rangka menyebarkan objek pengamatan supervisor tentang aspek-aspek yang berada di seantero sekolah dan berperan dalam meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara

keseluruhan.

Sasaran pengawasan di lingkungan kelembagaan pendidikan selama ini menunjukkan kesan seolah-olah segi fisik material yang tampak merupakan saaran yang sangat penting, namun pengolahan dana, sistem kepegawaian, perlengkapan serta sistem informasi yang dipergunakan oleh lembaga nyaris merupakan sesuatu yang terabaikan.

Supervisi kelembagaan menebarkan objek pengamatan supervisor pada aspe-aspek yang berada d lingkungan sekolah, artinya lebih bertumpu pada citra dan kualitas sekolah, sebab dapat dimaklumi bahwa sekolah yang memiliki popularitas akan menjadi lembaga pendidikan yang secara otomatis dapat menarik perhatian masyarakat yang pada gilirannya akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah dimaksud.

Citra sekolah selain digambarkan oleh sarana dan fasilitas yang memadai, juga dibuktikan dengan kualitas proses pembelajaran serta kualitas lulusan yang dapat diakui oleh masyarakat keberadaan lulusan lembaga terkait, selain itu juga tampak sekolah yang baik dilihat dari sisi ketertiban, pengelolaan, kesejahteraan serta situasi dan kondisi lingkungan yang memang kondusif untuk belajar.

Pada beberapa kajian seperti yang diungkapkan oleh Gregorio (1966) dikemukakan bahwa lima fungsi utama supervisi antara lain berperan sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.

Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan diatas.

Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, dan dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group

conference, serta kunjungan supervisi.

Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong \guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya, dan bimbingan sendiri dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru.

Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.

Dari latar belakang tentang problematika sitem supervisi pendidikan tersebut maka dapatlah kiranya dirumuskan beberapa permasalahan sbagai berikut :

1. Sejauh manakah prosedur dan langkah- langkah supervisi yang benar ?

2. Sejauhmanakah sistem supervisi yang harus dijalankan oleh supervisor?

II. PEMBAHASAN

A. Sejarah lahirnya Istilah Supervisi Pendidikan

Seperti dikatakan di muka bahwa Supervisi adalah istilah yang dapat dikatakan baru dikenal di dunia pendidikan di Indonesia. Istilah ini muncul diperkirakan pada awal tahun 60-an, atau pada dua dasawarsa terakhir ini (Arikunto, 1988: 152). Diperkenalkannya istilah supervisi seiring dengan diberikannyanya mata kuliah administrasi pendidikan di beberapa IKIP di Indonesia, yang kemudian disusul pula dengan dijadikannya administrasi pendidikan sebagai mata pelajaran dan bahan ujian pada SGA/SPG pada tahun ajaran 1965-1966, jadi tidaklah mengherankan kalau ada dari kalangan pendidik sendiri masih ada asing dengan istilah ini, terutama bagi mereka yang menamatkan pendidikan guru, baik di tingkat menengah keguruan maupun pendidikan tinggi pada sebelum tahun 70-an. Di Indonesia, sebenarnya aktivitas semacam supervisi sudah lama dikenal, tapi sayang sekali kesannya memang agak kurang enak, karena pelaksanaannya yang lebih cenderung hanya untuk mencari kesalahan dan kekurangan guru dalam mengajar. Pada waktu itu aktivitas itu dikenal dengan istilah inspeksi, yang diwariskan oleh Belanda sewaktu menjajah Indonesia selama lebih kurang 3,5 abad. Pada zaman penjajahan Belanda, orang yang memeriksa sekolah dasar (SD) mereka sebut dengan "Schoolopziener", yaitu bertugas memeriksa seluruh mata pelajaran di sekolah dasar yang menggunakan pengantar bahasa Belanda, sedangkan mata pelajaran lain diperiksa oleh petugas yang mereka sebut inspektur, yang juga orang belanda sendiri. Menurut Harahap (1983: 6) bahwa pada zaman penjajahan sekolah dasar, tapi sayang sekali istilah ini tidak begitu lama melekat di kalangan pendidik Indonesia, yang mungkin dikarenakan Jepang tidak terlalu lama menjajah Indonesia, yaitu lebih kurang 2,5 tahun saja. Setelah Indonesia merdeka, istilah Inrspektur pernah dipakai untuk beberapa waktu, tetapi kemudian diubah dengan sebutan pengawas untuk tingkat sekolah lanjutan dan penilik untuk sekolah dasar. Seiring dengan itu muncul pula sebutan baru, yaitu supervisi, yang berasal dari bahasa Inggris, supervision, yang diperkenalkan oleh orang-orang yang pernah belajar di Amerika Serikat. Menurut Soetopo (1984: 63), di Amerika Serikat aktivitas supervisi baru muncul pada permulaan zaman kolonial, yaitu pada sekitar tahun 1654. "The General Court of chusetts bay coloni" menyatakan bahwa pemuka-pemuka kota bertanggung jawab atas seleksi dan pengaturan kerja guru-guru, gerakan dapat danggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep yang paling dasar untuk perkembangan supervisi moderen. Kemudian pada tahun 1709, di Boston, a comite of laymen mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengetahui penggunaan metode pengajar oleh guru-guru, kecakapan siswa, dan merumuskan usaha-usaha memajukan pengajaran dan organisasi-organisasi sekolah yang baik. Selanjutnya, perkembangan dan pertumbuhan sekolah dipengaruhi pula oleh bertambahnya jumlah penduduk, yang membuat dibutuhkanya tambahan tenaga guru yang lebih besar, yang ada di antara mereka yang dipilih menjadi kepala sekolah, tapi kepala sekolah pada waktu itu belum berfungsi sebagai supervisor. Namun pada perkembangan selanjutnya baru, terutama setelah bertambahnya aktivitas sekolah, maka didirikanlah kantor superintendent di sekolah-sekolah, yang mengakibatkan adanya dua unsur pimpinan di setiap sekolah. Kewenangan kedua unsur pimpinan di sekolah itu tidak begitu cepat berkembang, tapi baru setelah pada awal abad ke-19, di mana terjadi pengurangan beban pengajar kepala sekolah, supaya mereka lebih banyak mencurahkan waktu untuk membantu pekerjaan guru di kelas. Sehingga dapat dikatakan dari sinilah dimulainya dua fungsi kepala sekolah, yaitu sebagai administrator dan supervisor di sekolah. Di dunia pendidikan Indonesia, diterapkannya secara formal konsep supervisi diperkirakan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri P dan K, RI. Nomor: 0134/1977, yang menyebutkan siapa saja yang berhak disebut supervisor di sekolah, yaitu kepala sekolah, penilik sekolah untuk tingkat kecamatan, dan para pengawas di tingkat kabupaten/ Kotamadya serta staf kantor bidang yang ada di setiap propinsi. Di dalam PP Nomor 38/Tahun 1992, terdapat perubahan penggunaan istilah pengawas dan penilik. Istilah pengawas dikhususkan untuk supervisor pendidikan di sekolah sedangkan penilik khusus untuk pendidikan luar sekolah. Kedudukan pengawas semakin penting setelah keluar UU. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Semua Permendiknas tentang 8 Standar Nasional Pendidikan; Permendiknas No. 12 Th. 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah, SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya;Keputusan bersama Mendikbud nomor 0322/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas; Keputusan Mendikbudnomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya; Permendiknas Nomor 39/Tahun 2009 tentang pemehunan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan. Standar mutu pengawas yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (Sudjana, Nana, 2006) bahwa pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah.(uraian lebih lanjut dalam bagian tersendiri). Semua produk hukum itu mengarahkan bahwa kedudukan pengawas bukan hanya sebagai jabatan buangan dan pajangan di kantor dinas pendidikan, tetapi mempunyai fungsi penggerak kemajuan pendidikan di sekolah. Sebagaimana guru, pengawas juga harus memulai pekerjaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan diakhir dengan pelaporan tertulis yang akan dibicara dalam bagiantersendiri.

B. Pengertian Supervisi Pendidikan

Istilah supervisi pendidikan dibangun dari dua kata: supervisi dan pendidikan. Dalam uraian-uraian berikut hanya istilah supervisi yang lebih banyak diberbicarakan dari pendidikan, karena istilah pendidikan (education) lebih lengkap telah dikupas habis dalam mata kuliah Dasar-Dasar Kependidikan. Supervisi adalah istilah yang relatif baru dikenal di dunia pendidikan di Indonesia (lihat sejarah supervisi), karena itu perlu uraian secara lengkap tentang pengertiannya, yang akan dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut etimologis, dan menyalahkan. Dengan demikian istilah supervisi "tidak sama "dengan istilah controlling, inspection (inspeksi), dan directing

(mengarahkan). Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi objek utama supervisi di sekolah adalah guru, walaupun semua orang di sekolah dikenai supervisi itu hanyalah objek perantara. Isyarat lain dari pendapatpendapat di atas, adalah penting adanya administrasi yang baik dalam kegiatan supervisi, karena itu diperlukan suatu administrasi supervisi, terutama yang menyangkut fungsi utamanya, yaitu:

1) Perencanaan 2) Pengorganisian

2) Penyelenggaraan dan 4) Pengawasan supervisi itu sendiri.

C. Prosedur Supervisi

Proses pelaksanaan kerja supervisi di sekolah menyangkut kegiatan pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, pembinaan staf sekolah, pelayanan pendidikan, dan evaluasi. Sistem pelaksanaan supervisi sekolah memiliki dimensi, yakni input, proses, dan output (produk). Input mencakup tujuan, klien, staf, waktu, dan bahan. Proses mencakup kegiatan pelatihan, penjadwalan ulang, dan bahan. Produk mencakup meningkat frekuensi praktik dalam menetapkan sasaran hasil, meningkat kualitas praktik, dan meningkat jenis praktik.

Secara sederhana sistem diilustrasikan seperti pada Gambar 2.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-Ndn3tDSoGLPmQ77MQJS4fJyjnAs2Q8xpsbMks9A_P-CRrRbzuyrKrosTzFFPmnzIFA1RaNrYRsmIMXIXfvfXtJlQfDQz6ltZ6M6Fz30pdCXxbNJZMAIIZpHAfeq0jE7bCLMWpIajloRb/s400/11.jpg

Penjelasan:

Input = Nyata, orang,perseorangan,waktu,bahan

Proses = Pelatihan, Penjadwalan ulang, bahan perlengkapan

Hasil = meningkat frekwensi praktek, meningkat kualitas praktek, meningkat ragamdan jenis praktek

Feedback: Pengaruh arus balik/ berpengaru pada input dan proses

Gambar 2 Ilustrasi Sistem

Strategi secara umum dapat di adaptasi dari berbagai jenis pengarahan masalah sekolah dalam menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Terdapat tiga macam strategi yang dapat diterapkan, yakni 1) memproses informasi dan melakukan umpan balik, 2) sosialisasi inovasi, dan 3) pengembangan organisasi. Prinsip dari pengembangan organisasi yang diterpakan di sekolah adalah 1) unit perubahan adalah sebuah organisasi yang mempunyai dasar dan bertanggung jawab untuk organisasi, unit pengembangan organisasi menyusun struktur dan tujuan organisasi, 2) puncak manajemen secara aktif terlibat dalam pembuatan keputusan sebagai upaya melakukan perubahan kinerja guru dan staf, 3) menggerakkan dan melibatkan seluruh personalia sekolah, dan 4) melakukan pelatihan agar personil dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

D. Pengembangan Supervisi

Pengembangan supervisi pada hakikatnya berpusat untuk perbaikan pengajaran. Sistem desentralisasi memungkinkan supervisor dapat leluasa dan bertanggung jawab dalam perbaikan situasi pengajaran di sekolah. Supervisor berperan sebagai motivator, pemimpin yang bijaksana, dan dapat membantu peran kepala sekolah. Tipe organisasi supervisor merupakan sistem jaringan kerja sama supervisor dan asisten supervisor dengan guru bidang studi. Elemen tersebut saling pengaruh-memengaruhi satu sama lainnya, sehingga situasi pengajaran secara tidak langsung juga dipengaruhi.

Organisasi supervisor dikembangkan dengan memperhatikan para pejabat (gubernur), departemen pendidikan, departemen keuangan, masyarakat, kepala sekolah, dewan pendidikan, komite sekolah, guru, dan siswa.

E. Sistem Supervisi

Sistem pelaksanaan supervisi memperhatikan aspek, yakni

1) Kebijakan dari lembaga pengembang kurikulum,

2) Layanan supervisi yang diberikan oleh supervisor, dan

3) Menekankan pada pelatihan dan pertumbuhan staf sekolah. Pola hubungan (sirkulasi) antara staf, guru, kepala sekolah, supervisor, asisten supervisor, dan dewan sekolah digambarkan secara jelas.

Pengembang bidang studi memiliki tugas dalam pengembangan kurikulum sekolah, evaluasi bahan dan materi pengajaran, dan perkembangan jabatan, penelitian dan pengembangan sekolah. Bagian pelayanan sekolah memuliki tugas pemeliharaan sarana dan prasarana, pengadaan transportasi, kafetaria, dan pengembangan gedung baru. Bagian kesiswaan memiliki tugas melaksanakan konsensus siswa, pengontrol kehadiran dan ketidakhadiran siswa, pelayanan siswa berkebutuhan khusus, dan menyiapkan siswa memasuki dunia kerja.

Organisasi supervisor (kepengawasan) dirancang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sekolah khususnya dalam bidang pengajaran. Sekolah berupaya mengombinasikan supervisi, pelayanan supervisor, pengembang kurikulum. Pengembang kurikulum harus profesional, ahli kurikulum, terlatih, dilatih, berpengalaman, dan menyadari akan perlunya sumber daya dan bahan yang harus digunakan secara efektif dalam pelaksanaan pengajaran secara modern. Sekolah memiliki tanggung jawab mengembangkan kurikulumnya sendiri. Organisasi supervisor (kepengawasan) menekankan pada fungsi dalam membina dan membantu staf dan guru dalam menyelesaikan masalah.

II. KESIMPULAN

1. Supervisi pendidikan adalah sistem pembinaan guru yang diarahkan kepada perbaikan, peningkatan, dan pengembangan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien;

2. Supervisi pendidikan adalah salah satu fase dari fungsi pengawasan pendidikan yang khusus ditujukan kepada aspek manusia dan kegiatannya.

3. Istilah supervisi tidak sama dengan controlling dan actuating.

4. Ruang lingkup supervisi pendidikan mencakup dua hal, yaitu supervisi mikro dan supervisi makro.

5. Supervisi mikro lazim disebut dengan supervisi klinis, sedangkan supervisi makro disebut dengan supervisi pengajaran.

6. Orang yang berfungsi secara formal melaksanakan supervisi disebut supervisor, dalam dunia pendidikan Indonesia dikenal dua istilah yaitu pengawas untuk pendidikan sekolah dan penilik untuk pendidikan luar sekolah, juga ada yang disebut dengan guru inti. Dalam dunia industri dan perusahaan dikenal pula sebutan mandor, dan superintendent. Orang yang dikenai supervisi dinamakan supervise.

7. Pentingnya supervisi pendidikan dewasa ini dilandasi oleh semakin rumitnya permasalahan pendidikan dan permasalahan kehidupan.

8. Proses pelaksanaan kerja supervisi di sekolah menyangkut kegiatan pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, pembinaan staf sekolah, pelayanan pendidikan, dan evaluasi.

9. Sistem pelaksanaan supervisi sekolah memiliki dimensi, yakni input, proses, dan output (produk). Input mencakup tujuan, klien, staf, waktu, dan bahan. Proses mencakup kegiatan pelatihan, penjadwalan ulang, dan bahan. Produk mencakup meningkat frekuensi praktik dalam menetapkan sasaran hasil, meningkat kualitas praktik, dan meningkat jenis praktik.

10. Pengembangan supervisi pada hakikatnya berpusat untuk perbaikan pengajaran. Organisasi supervisor dikembangkan dengan memperhatikan para pejabat (gubernur), departemen pendidikan, departemen keuangan, masyarakat, kepala sekolah, dewan pendidikan, komite sekolah, guru, dan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim (2003) Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Rosdakarya Bandung

Depdiknas (2001), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Ditjendiknas Jakarta

Depdiknas (2003), pedoman Supervisi Pengajaran, dikdasmen, Jakarta

Depdiknas (2002), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas, Jakata

Depdiknas (2002), Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke 21 (SPTK-21), Jakarta

Aman, Syofyan. (1980). Perkembangan organisasi pengurusan sekolah-

sekolah di Indonesia. Jakarta: Kurnia Esa.

Ametembun, N.A. (1981a). Guru dalam administrasi sekolah. Bandung:IKIP Bandung.

--------------.(1981b). Supervisi pendidikan. Bandung: Suri.

Arikunto, Suharsimi. (1988). Organisasi dan administrasi pendidikan teknologi dan kejuruan. Jakarta: P2LPTK, Ditjen Dikti, Depdikbud.

Atmosudirdjo, Prajudi S. (1985). Dasar-dasar ilmu administrasi. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Atmosudirdjo, Prajudi S. (1970). Beberapa pandangan umum:

Pengambilan keputusan (Descision Making). Cetakan Pertama Juli. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

--------, (1985). Dasar-dasar ilmu administrasi. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.